Showing posts with label Belajar onlen. Show all posts
Showing posts with label Belajar onlen. Show all posts

Wednesday, September 22, 2010

Mengenal Membran

Membran adalah lapis tipis, mempunyai stuktur planar dan merupakan material yang memisahkan dua lingkungan. Karena membran terletak diantara dua lingkungan atau dua fasa dan mempunyai volume yang terbatas, maka membran lebih layak disebut sebagai interphase daripada interface. Membran secara selektif mengontrol transport massa antara dua fasa atau lingkungan. Berdasarkan asalnya, membran dapat dibedakan menjadi membran biologi dan membran sintetik.

Membran Biologi merupakan membran yang terbentuk secara alami dan dapat ditemukan pada makhluk hidup. Sebagai contoh adalah membran sel dan membran intraseluler, serta membran mucous. Sedangkan membran sintetik adalah membran yang dibuat oleh manusia dengan tujuan tertentu. Membran sintetik banyak digunakan pada proses osmosis terbalik (reverse osmosis), filtrasi (mikrofiltrasi ataupun ultrafiltrasi), pervorasi, dialisis, elektrodialisis, membran emulsi liquid (Emulsion Liquid Membranes), ekstraksi pelarut, reaktor, dan pada pemisahan gas.

Membran sintetik merupakan membran yang dibuat dengan tujuan untuk proses pemisahan di laboratorium dan industri. Bagian yang aktif, yang hanya membolehkan transport material tertentu, biasanya tersusun atas polimer atau keramik, dan sedikit diantaranya berupa gelas atau logam. Suatu membran dapat mengandung bagian tambahan seperti pendukung mekanik, pengering, patch, dll.

Driving force dari transport material ditentukan oleh konsentrasi, tekanan, gradien elektrik atau gradien kimia sepanjang membran. Membran dapat dibuat dalam bentuk lembar datar, tabung, fiber kapiler dan fiber berlubang (hollow fiber). Sistem membran dapat berupa pelat dan kerangka, spiral wound module, hollow fibre module, serta tube-in-shell module.

Membran dapat membentuk suatu polymeric interphases yang secara selektif hanya mengijinkan spesies kimia tertentu untuk melewatinya. Ada beberapa mekanisme yang dapat dijelaskan pada fungsi ini. Difusi Knudsen atau difusi larutan merupakan mekanisme yang menonjol. Membran polimerik sangat penting pada proses pemisahan gas, misalnya pemisahan oksigen dan nitrogen, penghilangan senyawa organik, dan pemurnian gas alam.

Membran biologi atau biomembran adalah membran yang berfungsi sebagai pelindung sel. Sering kali berupa lipid bilayer (kecuali pada Archea yang mana mempunyai membran isoprena), yang tersusun atas lapisan ganda dari kelas molekul lipid, khususnya fosfolipid, kadang jalinan protein, beberapa diantaranya berfungsi sebagai saluran. Membran melingkupi suatu ruang tertutup atau kompartemen yang bagian dalamnya dapat tersusun atas lingkungan kimia atau biokimia yang berbeda dengan  lingkungan luarnya. Sebagai contoh, membran disekitar peroksisom melindungi sel dari peroksida dan membran plasma memisahkan sel dari lingkungan medium di sekitarnya. Kebanyakan organel mempunyai sistem membran dan disebut sebagai organel terbungkus membran.

Banyak biomembran yang tercirikan oleh adalah struktur selektif permeabel. Artinya, ukuran, muatan dan sifat kimia lain dari atom dan molekul yang mencoba untuk melewati membran menentukan keberhasilannya. Selektif permeabel sangat diperlukan untuk pemisahan efektif dari sel atau organel dari lingkungan sekitarnya. Jika partikel terlalu besar maka tidak dapat menembus membran, akan tetapi partikel tersebut diperlukan oleh sel maka partikel tersebut dapat melewati suatu protein channel yang disebut sebagai endositosis.

Monday, August 2, 2010

Mengapa coating mengalami kegagalan?

Seperti dijelaskan pada ulasan sebelumnya bahwa cat atau coating digunakan untuk melindung lapisan di bawahnya agar tahan aus dan korosi. Selain itu juga digunakan untuk mempercantik penampilan. Namun bagaimana jika ternyata coating tersebut mengalami kegagalan dalam menutupi permukaan. Seperti terlihat pada gambar, alih-alih mobil kesayangan kita tampil cantik namun justru terlihat seperti barang rongsokan karena adanya pengelupasan cat di sana-sini. Selain itu struktur menjadi tidak terlindungi lagi dari korosi. Hal ini sangat terlihat ketika kendaraan kita kena gores maka bagian yang tergores itu dalam hitungan hari akan timbul karat.



Sebenarnya apakah yang menyebabkan kegagalan coating tersebut? Untuk mengalami kegagalan coating harus mengalami stress. Ada berbagai penyebab timbulnya gaya stress ini, antara lain gaya fisik yang menyebabkan strain dan deformasi, serangan zat kimia, degradasi oleh sinar UV dan kecenderungan sistem tertutup untuk mencapai kondisi keseimbangan.

Mechanical Stress
Stress mekanik merupakan penyebab utama kegagalan coating apabila formulasi coating, persiapan permukaan dan proses pengecatan telah dilakukan dengan baik. Stress oleh gaya fisik dapat terkena pada coating dengan berbagai cara. Antara lain karena adanya kontraksi/ekspansi karena perubahan suhu atau kelembababan, vibrasi substrat karena dekat dengan mesin, impact oleh benda lain dan sebagainya.

Internal stress
Ketika coating mengalami curing, mereka mengalami penyusutan (shrinkage). Penyusutan ini terjadi karena adanya penguapan solven dan/atau pembentukan cross linking polimer. Apabila dilihat salam skala atomik, maka jarak antar atom setelah cross linking menjadi lebih pendek daripada sebelumnya. Faktor perubahan jarak atom inilah yang menyebabkan polimer mengalami penyusutan dalam usaha untuk menurunkan energi internal.

Pada tahap awal evaporasi solven dan/atau cross linking, temperatur transisi gelas (Tg) polimer berada di bawah temperatur kamar sehingga pada temperatur kamar ini rantai polimer mempunyai cukup mobilitas untuk mengalami penyusutan. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, nilai Tg akan semakin besar sehingga rantai polimer akan mengalami penurunan mobilitas. Akibatnya muncul stress internal dari ketidakmampuan coating untuk mengalami penyusutan selanjutnya. Jadi bukan penyusutan yang menyebabkan stress, namun justru karena tidak mampu mengalami penyusutan lagi maka coating mengalami stress.

Contoh kasus adalah ketika coating epoxy thermosetting dilapiskan ke aluminum foil. Ketika epoxy mengalami curing maka aluminum foil akan tergulung. Hal ini terjadi karena gaya relaksasi epoxy terhadap internal stress ditransfer ke aluminum yang tidak cukup kuat untuk menahannya. Jika aluminum foil diganti dengan substrat yang lebih kuat dan tebal seperti baja struktural maka baja tersebut tidak mengalami deformasi. Ada beberapa kemungkinan yang terjadi. Pertama, apabila adhesi coating-substrat cukup kuat dan kohesi antar molekul coating rendah maka akan timbul crack. Kedua, jika baik adhesi maupun kohesi kuat maka stress permanen akan tersimpan di dalam coating. Adanya tambahan stress dari luar seperti flexing dan freeze/thaw akan menyebabkan kegagalan. Ketiga, apabila adhesi lemah dan kohesi kuat maka akan terjadi delaminasi.

Internal stress juga menyebabkan kegagalan jika substratnya adalah coating lain seperti coating primer. Jika coating primer keras dan kuat maka peristiwa yang terjadi seperti pada baja. Namun jika coating primer mempunyai gaya kohesi yang rendah (mungkin karena pigmentasi berlebih) maka akan terjadi splitting kohesif. Disini yang terjadi adalah gaya penyusutan topcoating menyebabkan stress pada lapisan coating primer.


Serangan kimia
Pada awal tulisan ini telah disinggung bahwa coating akan mengalami kegagalan jika coating tersebut mengalami stress. Namun penyebab stress ini tidak hanya dari gaya fisik mekanik yang dapat menyebabkan deformasi. Semua hal yang dapat menyerang atau mendegradasi integritas coating juga dapat disebut stress. Degradasai kimia termasuk dalam jenis stress ini.

Coating yang mengandung ikatan tunggal karbon-karbon atau eter (C-O-C) relatif stabil terhadap serangan kimia. Binder yang mempunyai gugus alkohol, asam karboksilat, ester, amina dan amida serta ikatan ganda karbon-karbon akan lebih mudah terserang oleh bahan kimia agresif seperti asam, basa dan oksidator.

Kegagalan yang umum terjadi adalah pada coating alkyd yang terekspos alkali dan kelembaban. Alkyd adalah oil-modified polyesters dimana jaringan polyester tidak sangat stabil pada kondisi alkalin lembab. Pada kondisi ini polyester dapat mengalami hidrolisis berupa pemutusan ikatan karbon-oksigen. Reaksi ini disebut saponifikasi dan menghasilkan asam karboksilat dan alkohol. Namun karena berada pada lingkungn alkalin, maka asam berubah menjadi garam dan akan larut dalam air. Hal inilah alasan mengapa alkyd seharusnya tidak digunakan pada substrat alkalin seperti beton.

Weathering Stress
Unsur-unsur cuaca sederhana seperti panas, cahaya dan kelembaban dapat bersifat destruktif terhadap coating. Namun di antara unsur-unsur cuaca tersebut, sumber utama penyebab degradasi coating adalah radiasi UV energetik dari sinar matahari. Radiasi UV ini menyebabkan pemutusan rantai dan kemudian membentuk radikal bebas yang menginisiasi perusakan cross linking polimer. Kejadian ini menyebabkan perubahan-perubahan fisik coating, biasanya ke arah yang lebih buruk.

Dua tipe coating yang menunjukkan absorpsi sognifikan pada sinar UV dengan panjang gelombang 280 nm ke bawah adalah urethanes and epoxies. Sinar matahari dapat secara langsung memutuskan ikatan pada coating ini. Coating urethane yang terbuat dari prekursor aromatik akan berubah menjadi kekuningan di bawah sinar matahari, sementara coating epoxy memudar secara cepat.

Masalah ini dapat dihadapi pada polimer yang memiliki ikatan ganda karbon - karbon terkonjugasi. Ikatan ganda ini dapat menstabilkan radikal bebas sehingga reaksi propagasi perusakan polimer dapat dicegah.

Walaupun banyak polimer tidak menyerap radiasi UV pada panjang gelombang di bawah 280 nm sehingga tidak rusak oleh cahaya matahari, namun banyak coating menggunakan resin yang mengandung sejumlah kecil impuriti keton dan peroksida. Imputiti ini dapat menyerap sinar matahari membentuk radikal bebas dan kemudian menginisiasi proses fotooksidasi.

Osmotic Blistering
Secara umum garam anorganik, asam dan basa susah menembus coating karena ukuran fisik mereka dan fakta bahwa sifatnya yang ionik menyebabkan tidak kompatibel dengan polimer organik penyusun coating. Tentu saja situasi ini dapat berubah jika zat kimia ini dapat bereaksi dengan coating atau jika terdapat cacat fisik seperti pinholes.

Air merupakan molekul kecil dapat mengalami permeasi melalui coating dengan kecepatan yang berbeda pada tiap coating. Di bawah kondisi normal, hal ini tidak menyebabkan kegagalan prematur coating. Akan tetapi jika ada zat yang dapat larut di dalam air di antara coating dan substrat coating atau di dalam coating primer maka situasi ini dapat berubah secara dramatis. Air akan mengalami permeasi ke dalam coating dan kontak dengan spesies dan kemudian melarutkannya. Jika zat ini juga ada di permukaan luar coating maka sel osmosis terjadi.

Sel osmosis tersusun atas membran semipermeabel (dalam hal ini adalah coating) yang memisahkan larutan konsentrasi tinggi dengan konsentrasi rendah. Karena ada perbedaan potensial kimia maka akan lebih banyak air yang mengalami permeasi ke dalam coating. Konsekuensinya adalah terbentuk blister yang terisi air. Blister ini umum terjadi dan disebut blister osmotik.

Seringkali dikatakan bahwa pada blistering osmotik, air di dorong ke dalam coating oleh tekanan osmotik. Pernyataan ini tidaklah benar. Kalo benar-benar ada tekanan dari luar maka tekanan ini justru akan membuat coating melekat pada substrat. Air tidak akumulasi karena didorong oleh tekanan, namun air terakumulasi di daerah antara coating dan substrat untuk mengelimiasi gradien konsentrasi.

Salah satu spesies yang dapat menyebabkan blister ini adalah garam. Ada berbagai cara garam dapat menempel pada baja atau substrat lain. Pada lingkungan laut, penempelan garam dapat terjadi baik melalui kontak langsung dengan air garam atau melalui angin yang sarat akan garam. Pada lingkungan daratan, garam dapat berasal dari garam jalan yang menempel pada baja selama transportasi. Selain itu juga baja dapat terkontaminasi oleh garam akibat blast cleaning dengan abrasive yang memiliki kandungan garam tinggi. Garam tersebut bisa berasal secara alami sebagai akibat dari produksi abrasif atau bisa hasil dari kontaminasi abrasif daur ulang.

Selain garam, spesies kimia yang bertanggung jawab untuk blistering osmosis adalah solven yang dapat larut atau sebagian larut di dalam air. Solven ini dapat merupakan bagian dari formulasi coating atau dari thinner yang ditambahkan ke coating untuk meningkatkan sifat aplikatif.

Electroendosmotic Blistering
Pada tahun 1940-an, Kittleberger dan Elm mengalami bahwa blister pada panel yang telah dicat yang direndam dalam air laut hanya akan ada setelah daerah lain di panel mulai terkorosi. Setelah dilakukan pengujian maka disimpulkan bahwa blister ini terjadi karena electroendosmosis.

Gradien potensial listrik (yang terkait dengan korosi yang diamati oleh Kittleberger dan Elm) menyebabkan ion untuk bermigrasi melalui coating. Ion-ion memiliki apa yang disebut sebagai selubung hidrasi. Selubung hidrasi pada dasarnya merupakan beberapa molekul air yang menempel dan mengelilingi ion. Sementara ion bermigrasi melalui lapisan semipermeabel bawah pengaruh gradien potensial, maka air akan bergerak bersama mereka.

Sunday, July 25, 2010

Formulasi Coating

Tentunya kita sering melihat benda-benda di sekitar kita dilapisi oleh cat atau coating mulai dari jembatan, tangki air, mobil, pesawat, baja struktural, kapal, kayu, mebel, blok beton, peralatan listrik, dinding, kaleng pembungkus makanan, dan sebagainya. Coating tersebut selain digunakan untuk menambah nilai estetika, juga untuk melindungi material dari korosi, panas, aus, dan sebagainya sehingga menambah umur layanan material tersebut.



Namun taukah anda bahwa untuk tiap-tiap jenis material membutuhkan coating yang berbeda? Karena itu tahapan pertama yang sangat penting dalam penentuan formulasi coating adalah mengetahui coating itu akan digunakan untuk apa. Ini adalah pertanyaan yang sangat penting mengingat setiap coating bersifat spesifik. Sebagai contoh adalah coating primer seperti ethyl silicate-zinc-rich yang dapat memberikan ketahanan korosi pada baja struktural ternyata akan mengalami failure untuk backyard deck.

Hal yang menentukan sifat-sifat suatu coating adalah komposisi dari coating itu sendiri. Umumnya coating mengandung empat bahan dasar, yaitu binder, pigmen, solven dan aditif. Sangatlah penting bagi formulator untuk memahami fungsi dari bahan-bahan dasar ini dan mengetahui bagaimana mereka saling berinteraksi.

Binder
Binder berfungsi sebagai pengikat antar komponen coating dan juga bertanggung jawab terhadap gaya adhesi coating terhadap substrat. Terdapat banyak binder yang telah dikenal, diantaranya alkyd, vinyl, resin alam, epoxy dan urethane.

Hal yang perlu diketahui tentang binder adalah bagaimana mereka mengalami curing. Pada umumnya binder dapat mengalami curing dengan dua cara. Pertama adalah melalui evaporasi solven. Binder yang mengalami curing seperti ini disebut binder thermoplastic atau non-covertible. Kedua adalah lewat reaksi kimia selama atau setelah proses pengecatan. Binder ini dikenal sebagai binder thermosetting.

Selain itu, hal yang harus dipahami dari binder adalah viskositas. Karena merupakan komponen utama dalam coating, viskositas binder sangat menentukan viskositas coating. Coating harus mempunyai viskositas cukup rendah untuk bisa digunakan dengan peralatan pengecatan sederhana (brush, roller atau spray) serta memiliki viskositas cukup tinggi sehingga tidak menetes.

Faktor utama yang menentukan viskositas binder adalah berat molekularnya. Polimer yang mempunyai berat molekul tinggi akan lebih viskous daripada BM rendah. Ada dua cara untuk mengontrol viskositas suatu coating, yaitu dengan memvariasi berat molekul binder atau dengan menambahkan sejumlah solven.

Pigmen
Pigmen merupakan pemberi warna dari coating. Selain berfungsi dalam hal estetika, pigmen juga mempengaruhi ketahanan korosi dan sifat fisika dari coating itu sendiri.

Pigmen dapat dikelompokkan menjadi pigmen organik dan anorganik. Pigmen anorganik contohnya adalah titanium dioksida dan besi oksida. TiO2 merupakan pigmen putih yang paling banyak digunakan, biasanya untuk coating eksterior. TiO2 mempunyai indeks reflaksi yang tinggi dan stabil terhadap sinar ultraviolet dari sinar matahari yang dapat mendegradasi binder coating. Besi oksida merupakan pigmen merah yang digunakan untuk coating primer ataupun topcoat. Terdapat juga extender pigmen yang memberikan sedikit pengaruh terhadap warna dan ketahanan korosi namun banyak mempengaruhi sifat-sifat coating seperti densitas, aliran, hardness dan permeabilitas. Contohnya adalah kalsium karbonat, kaolin, talc dan barium sulfat (barytes).

Solven
Kebanyakan coating memerlukan solven untuk melarutkan binder dan memodifikasi viskositas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam penentuan solven adalah kemampuannya dalam melarutkan binder dan komponen coating yang lain. Prinsip kelarutan sangatlah sederhana, yaitu like dissolves like. Artinya solven polar akan melarutkan senyawa yang polar juga.

Selain itu laju penguapan solven juga perlu diperhatikan. Solven yang mempunyai tekanan uap tinggi sehingga menguap dengan cepat disebut fast atau hot solvent, sedangkan yang lambat disebut slow solvent. Laju penguapan mempengaruhi sifat-sifat coating dan beberapa cacat dapat disebabkan karena ketidak cocokan dalam pemilihan solven. Jika solven menguap terlalu cepat, coating tidak cukup waktu untuk membentuk lapisan halus dan kontinu.

Aditif
Aditif adalah senyawa-senyawa kimia yang biasanya ditambahkan dalam jumlah sedikit, namun sangat mempengaruhi sifat-sifat coating. Bahan-bahan yang termasuk aditif adalah surfaktan, anti-settling agent, coalescing agents, anti-skinning agents, catalysts, defoamers, ultraviolet light absorbers, dispersing agents, preservatives, driers dan plasticizers.


Konsep Formulasi:
Setelah menentukan komponen-komponen untuk coating, maka mereka harus disatukan dalam jumlah yang sesuai. Berikut ini adalah parameter-parameter yang penting untuk formulasi coating.

1. Rasio pigmen/binder
Merupakan perbandingan berat pigmen terhadap berat binder. Topcoat biasanya memiliki P/B 1,0 atau kurang sedangkan primer coating mempunyai O/B 2-4. Coating gloss biasanya mempunyai P/B yang lebih rendah daripada coating flat.

2. Konsentrasi volume pigmen (PVC)
Pigmen volume concentration (PVC) merupakan rasio volume pigmen terhadap volume total binder dan pigmen. Dua jenis coating dapat memiliki nilai P/B yang sama namun sangat berbeda nilai PVCnya. Secara sederhana hal ini dapat dihasilkan dengan menggunakan pigmen dengan densitas yang berbeda.

Nilai PVC dimana terdapat jumlah binder yang tepat untuk menghasilkan lapisan tipis permukaan secara sempurna untuk setiap partikel dari pigmen merupakan nilai PVC kritis (CPVC). Di atas nilai CPVC, tidak ada cukup binder untuk membasahi semua pigmen. Sedangkan di bawah nilai cPVC, terdapat kelebihan binder.

Beberapa sifat coating dapat secara signifikan dipengaruhi oleh variasi formulasi PVC. Ketahanan abrasi dan kekuatan tarik terbaik biasanya terjadi apabila formulasi coating berada di bawah nilai CPVC dan secara cepat akan menurun ketika mendekati nilai CPVC. Pada formulasi di bawah CPVC, permeabilitas coating biasanya rendah dan secara cepat akan meningkat ketika CPVC dilewati. Karena adanya kerusakan sejumlah sifat-sifat fisik, kebanyakan coating eksterior kinerja tinggi seharusnya diformulasikan di atas CPVC.

3. Densitas, berat solid dan volume solid
Densitas, berat solid dan volume solid serta %binder dan %pigmen seringkali disebut sebagai konstanta fisik dari coating. Densitas biasanya dinyatakan dalam satuan pound per gallon. Berat solid coating biasanya dalam bentuk %non volatile, merupakan berat solid dibagi dengan berat total coating. Volume solid adalah %volume material non-volatil. Volume solid menentukan berapa luas are yang dapat dicoating. Kemudian %binder dan %pigmen merupakan persentase binder dan pigmen dalam coating.

Seorang formulator harus mengetahui kuantitas ini dan bagaimana untuk mengukurnya. Densitas coating diukur menggunakan pyncnometer. Berat padatan dapat dihitung dari formula coating atau ditentukan dengan menentukan berat material nonvolatil yang tetap ada setelah coating dievaporasi di dalam oven.

Monday, July 19, 2010

Mengenal Self Assembly Monolayers (SAMs)

Pendekatan alternatif untuk membuat nanostruktur fungsional melibatkan self-assembly molekul-molekul. Pada pendekatan ini, segera setelah proses dimulai, struktur yang diinginkan dibentuk tanpa adanya intervensi dari luar. Molekul-molekul menata dirinya sendiri dengan memanfaatkan interaksi lemah seperti ikatan hidrogen dan van der Waals.

Monolayers merupakan lapisan tipis molekul tunggal yang disusun di atas permukaan substrat. Nama self-assembled monolayers (SAMs) menunjukkan bahwa pembentukan monolayer dilakukan secara otomatis tanpa memerlukan intervensi dari luar. SAMs ini banyak ditemukan di alam untuk menghasilkan arsitektur kompleks. Salah satu contohnya adalah pembentukan membran sel dari molekul lipid. SAMs adalah sistem ideal yang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai sifat antarmuka seperti gesekan, adhesi dan pembasahan.

Dua pendekatan yang digunakan untuk membuat monolayer molekul pada permukaan logam adalah metode Langmuir-Blodgett dan metode self assembly. Pada metode Langmuir-Blodgett (ditunjukkan pada Gambar 1), molekul amphiphilic disebarkan pada permukaan cairan. Lapisan ini kemudian ditransfer ke substrat padat.


Gambar 1. Metode Langmuir-Blodgett. (a) Surfaktan di air. Titik hitam adalah kepala sedangkan garis adalah ekor surfaktan. Molekul surfaktan ini tidak beraturan. (b) Penekanan monolayer dengan mendorong barrier sepanjang permukaan. (c) Monolayer tertata dengan adanya tekanan. (d) Imersi substrat ke lapisan yang tertata. (e) Transfer monolayer ke substrat. (f) Monolayer tertata pada permukaan substrat.

Pada metode self assembly, logam (atau substrat lain) dicelupkan ke larutan yang mengandung surfaktan (gambar 2). Larutannya biasanya dibuat dalam heksana untuk surfaktan rantai-panjang dan dalam etanol untuk surfaktan rantai pendek.


Proses Pertumbuhan
Pertumbuhan monolayer dapat dijelaskan dengan hukum pertumbuhan Langmuir. Laju pertumbuhan proporsional dengan jumlah situs yang tersedia dan sesuai dengan persamaan dθ /dt = k(1 − θ ), dimana θ adalah fraksi situs yang terisi dan k adalah konstanta laju. Ada dua tahapan selama pertumbuhan monolayer. Langkah pertama adalah kemisorpsi gugus kepala pada permukaan logam dan ini terjadi sangat cepat. Kemudian rantai alkana mulai menata dengan konfigurasi semua trans, yang lebih lambat daripada proses pertama. Kinetika kedua tahap tergantung pada beberapa parameter seperti konsentrasi larutan, panjang rantai alkil, dll Sebelum digunakan, permukaan monolayer dicuci dan ditiup kering dengan nitrogen.


Stabilitas dan Dinamika Permukaan

Stabilitas termal dari SAMs tergantung pada kekuatan ikatan permukaan dan kekuatan interaksi lateral. Untuk alkanethiols pada emas, stabilitas termal meningkat dengan peningkatan panjang rantai. Untuk monolayer butanethiol, desorpsi dimulai pada temperature 75°C, sedangkan monolayer octadecane mengalami desorpsi pada temperatur 170–230°C.

Transisi fasa
Sebagai akibat dari interaksi van der Waaks, monolayer alkane thiol membentuk fasa kristalin pada permukaan logam. Namun pada peningkatan temperatur sistem, terjadi peningkatan ketidakteraturan orientasi. Ini memperlemah interaksi van der Waals yang akan menghasilkan fasa liquid-like.

Aplikasi SAMs
Pada dasarnya SAMs adalah metode rekayasa permukaan substrat sehingga dapat digunakan untuk mengontrol pembasahan dan adhesi, ketahanan terhadap bahan kimia, biokompatibilitas, dan sensitisitas suatu permukaan. Modifikasi permukaan elektroda dengan SAMs dapat mengontrol transfer elektron pada reaksi elektrokimia. SAMs juga digunakan sebagai model untuk mempelajari sifat-sifat membran sel dan organel dan pengikatan sel pada permukaan. SAMs dapat membuat permukaan menjadi lebih hidrofobik sehingga dapat melindungi komponen NEMS dan MEMS yang berada di lingkungan lembab. Dengan cara yang sama, SAM dapat mengubah sifat-sifat kaca. SAM membuat monolayer hidrofobik pada kaca depan mobil untuk menjaga kaca tetap jelas saat hujan.

SAMs berguna dalam biosensors dan perangkat untuk memisahkan satu jenis molekul dari lingkungannya. Salah satu contohnya adalah penggunaan nanopartikel magnetik untuk menghilangkan jamur dari aliran darah. Nanopartikel ini dilapisi dengan SAMs yang mengikat jamur. Saat darah yang terkontaminasi disaring melalui perangkat MEMS, nanopartikel magnetik dimasukkan ke dalam darah sehingga dapat mengikat jamur dan kemudian nanopartikel ini dihilangkan dari darah.

Karakterisasi Padatan Berpori Menggunakan Persamaan Adsorpsi Isoterm Gas

Material berpori didefinisikan sebagai padatan yang mempunyai pori sehingga mempunyai luas permukaan besar. Suatu padatan dapat disebut sebagai material berpori apabila mempunyai porositas 0,2-0,95. Porositas merupakan fraksi volume pori terhadap volume total padatan. Material berpori telah digunakan secara luas sebagai katalis dan pengemban katalis pada berbagai industri kimia, adsorben pada penjernihan dan detoksifikasi air, elektroda pada sel elektrokimia, sensor, bahan isolator, dan sebagainya.

Menurut IUPAC, material berpori dapat diklasifikasikan menurut ukuran porinya, yaitu material mikropori (diameter pori kurang dari 2 nm), mesopori (diameter pori 2-50 nm), dan makropori (diameter pori lebih dari 50 nm). Pori pada material berpori dapat berbentuk silindris terbuka (open-ended cylindris), celah antara dua bidang paralel (slit-shape), dan botol tinta (ink-bottle). Penentuan model atau bentuk pori merupakan salah satu langkah penting pada penentuan distribusi pori. Biasanya penentuan ini berdasarkan atas pertimbangan struktur geometri material. Misalkan model pori silindris untuk zeolit dan model pori slit shape untuk lempung dan karbon aktif.

Pengukuran adsorpsi isoterm gas pada temperatur mendekati titik kondensasi gas adsorbat merupakan teknik konvensional dan sederhana dalam karakterisasi padatan berpori. Teknik ini dilakukan dengan mengukur jumlah gas yang diadsorpsi (adsorbat) oleh suatu padatan pada variasi tekanan gas dalam keadaan isotermal. Penentuan jumlah adsorbat dilakukan dengan mengukur pengurangan tekanan atau volume gas setelah kondisi keseimbangan adsorpsi-desorpsi tercapai. Gas yang digunakan adalah gas yang sifatnya inert seperti nitrogen dan argon.

Berbagai metode, teori dan persamaan telah dikembangkan diantaranya adalah metode Langmuir dan metode Brunauer-Emmett-Teller (BET). Keduanya digunakan untuk menentukan luas permukaan spesifik suatu padatan dari data adsorpsi isoterm gas. Luas permukaan merupakan salah satu parameter penting yang menentukan kualitas padatan berpori. Luas permukaan spesifik merupakan parameter yang menggambarkan kapasitas adsorpsi suatu adsorben. Pada bidang katalisis, luas permukaan spesifik merupakan gambaran banyaknya situs aktif yang ada pada permukaan katalis yang menentukan sifat katalitiknya. Pada elektroda sel elektrokimia, luas permukaan spesifik berhubungan dengan banyaknya transfer elektron yang terjadi pada daerah antar muka.

Pada awal perkembangan metode dan teori adsorpsi isoterm, data mengenai luas permukaan sudah cukup sebagai ukuran kualitas dari padatan berpori. Namun selanjutnya, data tentang luas permukaan tidak cukup rinci untuk menerangkan sifat adsorpsi padatan. Ukuran pori dan distribusi pori sekarang menjadi target utama sintesis material berpori.

Telah dikenal metode baru untuk pengolahan data adsorpsi isoterm yang dapat digunakan tidak hanya terbatas pada penentuan luas permukaan padatan, akan tetapi juga mampu menghitung volume dan luas permukaan pori, luas permukaan eksternal, dan distribusi pori. Metode perbandingan (t-plot dan αs-plot) berhasil mendapatkan luas permukaan pori, luas permukaan ekternal, diameter dan volume pori pada material mikropori dan mesopori.Metode MP sebagai perluasan t-plot merupakan metode untuk menentukan distribusi mikropori. Penentuan distribusi mesopori biasa digunakan metode Barrett-Joyner-Halenda (BJH) yang disusun berdasarkan atas konsep kondensasi kapiler menggunakan persamaan Kelvin dan faktor koreksi dari ketebalan statistik multilayer.

Mekanisme Reaksi Esterifikasi dengan Katalis Asam

Sebenarnya bagaimanakah mekanisme reaksi esterifikasi suatu asam karboksilat itu? Reaksi esterifikasi pada dasarnya adalah penggantian hidrogen pada gugus karbonil dengan suatu hidrokarbon atau alkil. Reaksi esterifikasi dapat berlangsung dengan katalis asam atau basa. Pada sesi ini, kami akan menampilkan bagaimana mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis asam.

Reaksi keseluruhan:





Mekanisme reaksi:















Keterangan:

A. Protonasi, aktivasi gugus karbonil

B. Adisi EtOH pada gugus aktif karbonil

C. Deprotonasi oxonium ion

D. Protonasi pada gugus hidroksi sehingga menghasilkan gugus pergi yang baik (air)

E. Eliminasi air dengan bantuan lone pair elektron dari oksigen

F. Deprotonasi, sebagai tahap terakhir.

Pada sesi selanjutnya akan dibahas bagaimana mekanisme reaksi esterifikasi dengan katalis basa, serta mekanisme reaksi yang lainnya.